Pulau Satanga Terancam Punah, Sekolah Riset SatuKata Adakan Penyuluhan Kesadaran Ekologis
Sekolah Riset,- Desember 2020, Sekolah Riset Satukata bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin Makassar mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat di Pulau Satanga Sulawesi Selatan. Pulau Satanga atau Satangnga terletak di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Pemilihan Pulau Satangnga sebagai tempat penyuluhan karena Pulau ini terancam akan tenggelam lebih cepat. Hal itu disebabkan adanya penambangan pasir dan eksploitasi batu karang yang dilakukan oleh warga setempat.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dg. Maro, menurutnya penambangan pasir dan batu karang yang dilakukan oleh warga tidak diawasi oleh aparat setempat, sehingga warga merasa bebas melakukan penambangan tersebut. Padahal, jika ada himbauan atau aturan yang mengikat warga tidak akan melakukan penambangan itu.
“Sebenarnya warga di sini itu penurut, kalau ada peraturan desa yang melarang mengambil pasir di bibir pantai atau karang, pasti warga akan takut melakukannya. Cuman tidak ada peraturan yang ketat, bahkan terkesan terjadi pembiaran karena aparat desa sendiri yang melakukannya. Kita yang sesama warga ini tidak punya kewenangan mau menegur mereka, adanya mereka tersinggung kalau kita yang tegur mereka itu”.
Kegelisan terkait semakin cepat Pulau Satangga sudah disadari oleh beberapa warga namun mereka tidak tahu harus melakukan apa, karena beberapa upaya telah mereka lakukan, termasuk rencana melakukan penanaman bakau di pesisir pantai. Namun, ide itu mentah karena tidak adanya tokoh masyarakat yang mengangkat masalah abrasi.
“Saya sudah beberapa kali mengusulkan ke tokoh-tokoh masyarakat untuk menanam bakau tetapi sepertinya tidak ada yang peduli dengan usulan itu, malah saya pernah tanam tapi bibitnya malahan dilindas sama perahu warga lain,” ujar Dg. Maro menceritakan pengalamannya.
Penyuluhan yang dilakukan oleh Sekolah Riset Satukata dan Universitas Hasanuddin bertujuan memberi penyadaran kepada warga setempat serta memberikan solusi perekonomian kreatif agar warga mempunyai pendapatan lain dan tidak menaruh harapan utama pada penambangan pasir. Terlebih, saat ini pemerintah sangat gencar mengkampanyekan penanganan laju perubahan iklim atau Climate Change.
Menurut Siti Nurbaya Abubakar selaku Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Indonesia berkomitmen mengendalikan laju perubahan iklim. Hal itu terlihat dari keseriusan pemerintah memberi proporsi perizinan. Semula untuk rakyat hanya 4%, sudah naik mencapai 14-15% melalui kebijakan Perhutanan Sosial dan TORA.
Selain itu, Siti Nurbaya Abubakar juga menyinggung perihal kebijakan krusial yang melindungi lingkungan. Dan akan semakin optimis dengan diundangkannya UU nomor 11 tahun 2020 Cipta Kerja. Yang menurutnya semakin jelas terlihat bahwa kebijakan sebagai aktualisasi keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan.
Hal senada juga disampaikan Menteri Koodinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Menurutnya, kerjasama multi dimensi mempunyai peran penting dalam pengendalian perubahan iklim. Serta keterlibatan kementerian atau lembaga, dunia usaha, swasta, Pemda, LSM, masyarakat bahkan media, harus berpangku tangan bersama – sama menyelesaikan problem tersebut.
Penyuluhan yang dilakukan oleh Sekolah Riset SatuKata dan Universitas Hasanuddin merupakan program kedua di Pulau tersebut. Pada penyuluhan pertamanya, warga diberikan edukasi tentang keorganisasian dan proses kolektif menjalankan program yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
Dan, pada kesempatan kedua ini, Sekolah Riset SatuKata dan Universitas Hasanuddin melakukan evaluasi serta monitoring untuk menyadarkan kembali ingatan warga mengenai pentingnya kesadaran sosio – ekologis.
Proses Kolektif dan keorganisasian itu untuk membicarakan kembali perubahan besar bentang alam Pesisir - Pulsu dan resiko kerusakan ekologis karena aktivitas pembangunan untuk proyek pemerintah atau pembangunan rumah pribadi dengan mengambil pasir dan karang yang fungsinya sebagai tanggul penghalang ombak.
Komentar
Posting Komentar