Bahasa, Memori Kolektif dan Keterasingan
“Yang abadi adalah perubahan” begitu sepenggal pepatah yang seringkali terdengar. Proses alamiah dari kehidupan adalah tumbuh dan berkembang. Kiranya disinilah gagasan legitimasi dari pepatah mengenai keabadian dari perubahan. Kedekatan hidup dengan perubahan menjadikan tatanan sosial terus berjalan secara dinamis sesuai ritme-ritme yang dihadapi.
Dinamika dan perubahan juga terjadi dalam realitas ke-bahasa-an masyarakat kita. Tengok saja tentang penggunaan bahasa - bahasa yang mulanya tidak menjadi trend di kalangan masyarakat tertentu.
“LEBIH DARI SEKEDAR ALAT KOMUNIKASI, BAHASA MEMILIKI KEDUDUKAN PENTING DALAM MEMBERIKAN KESAN KEUTUHAN, DAN MELALUINYA KESADARAN KOLEKTIF TERBENTUK. ANDA BISA MULAI DARI SINI UNTUK MENJELASKANNASIONALISME, SOLIDARITAS, KOMUNITAS BAHKAN BENTUK-BENTUK KETAKUTAN TERHADAP HAL-HAL YANG MENGANCAMNYA. MESKIPUN TIDAK SELALU BERHASIL TETAPI KETERASINGAN SELALU MEMBAYANG-BAYANG PROSES MASUK KE DALAM TATANAN SIMBOLIK YANG BERKUASA”. (BY: SEKOLAH RISET SATU KATA)
Peran bahasa menjadi kunci pokok dalam perjalanan hidup umat manusia. Tidak mengherankan karena bahasa menjadi satu-satunya media pengungkap rasa dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun sosial. Entah sekedar menjadi sarana untuk mengungkapkan keinginan untuk memenuhi hajat pokok (primer) untuk bertahan hidup atau lebih jauh lagi menjadi bagian dari agenda politik.
Terlebih di era saat ini, perkembangan teknologi menjadikan ruang-ruang bahasa semakin berkembang lebih jauh tanpa harus terikat dengan nilai dan norma pokok yang sebelumnya ada. Untuk itu kajian tentang konteks dari penggunaan bahasa dan kemungkinan perubahan maksud dan makna yang melingkupi menjadi penting di era saat ini.
Pada SERI-PSIKOPOL yang akan diadakan 20 Agustus 2021 mendatang, oleh Sekolah Riset SatuKata tema tersebut diambil karena merupakan factor penting manusia dalam berinteraksi dan memahami symbol/tanda yang ada dalam kehidupan sehari – hari.
Komentar
Posting Komentar